14 December 2008

NATAL: ADA TEMPAT ATAU TIDAK?

Menjelang momen peringatan Natal tahun 08 ini, saya tercenung pada sebuah catatan dari injil Lukas: "... karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan."

Sebagai bagian dari kalangan miskin, Yusuf (juga Maria) tidak sanggup mendapatkan sebuah tempat yang layak karena mereka tidak punya cukup uang untuk menyewanya. Kalau toh akhirnya sebuah kandang dipinjamkan pada mereka, itu sudah cukup beruntung. Sebab kalau tidak, maka Maria terpaksa melahirkan di lapangan, di pinggir jalan. Tanpa naungan, tanpa perlindungan tembok. (Film "Close to Jesus--Joseph of Nazareth" mendramatisir ketidak mampuan Yusuf menyewa sebuah tempat pada malam itu. Dengan menanggung hinaan karena miskin, ia menuntun sang istri yang sudah hampir melahirkan itu ke sebuah kandang.)

Raja yang lahir ditengah kemiskinan orang tuanya, begitulah realita natal pertama. Tidak ada semarak, tidak ada perayaan. Boro-boro pohon natal yang berhias indah & pakaian baru. Boro-boro penganan natal plus kado-kado natal. Begitu kontras dengan kisah natal yang sesungguhnya. Itu sebabnya, semakin lama saya melihat peringatan natal semakin kabur & menjauh dari hakekat & semangat natal yang sejati.

Sebab natal yang sesungguhnya ternyata jauh dari semarak. Kalau toh ada kemegahan & semaraknya, itu berkat partisipasi "sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah" (Luk 2:13), para gembala yang bergegas menjumpai Maria & Yusuf & bayi Yesus setelah dikabari malaikat (Luk 2:16) dan para Majus yang "sujud menyembah Dia ... membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." (Mat 2:11).
Namun diluar itu, kita mendapati hanya sepasang suami-istri miskin yang tidak berhasil memperoleh tempat bernaung yang layak, para gembala yang notabene kelompok sosial rendahan pada masa itu, serta sebuah pertemuan para Majus di balai istana Herodes yang penuh intrik sang raja wilayah Israel plus kedegilan para imam kepala & ahli Taurat Yahudi yang memegang nubuat jelas mengenai kelahiran Mesias itu, dan akhirnya dekrit Herodes untuk aksi pembantaian anak-anak di Betlehem.

Kembali pada perenungan: ada tempat atau tidak bagi sang tokoh Natal sejati, kita dapat menarik sebuah kesimpulan reflektif dari kesemarakan di atas.
Pertama, bagi bayi Yesus ada tempat di hati bala tentara sorgawi, para gembala, para Majus, selain Yusuf & Maria sendiri.
Kedua, tidak ada tempat baik di penginapan mana pun di Betlehem, maupun dalam hati orang-orang macam Herodes, para imam kepala & ahli Taurat yang diundang Herodes pada waktu itu.

Adanya tempat bagi Mesias memerlukan persyaratan iman. Maria & Yusuf sejak awal sudah bergumul dengan iman mereka, sementara kandungan Maria semakin besar. Para gembala, yang ketiban anugrah menyaksikan koor dahysat dari paduan suara sorgawi yang rasanya hanya sekali itu saja konser di dunia ini, menyambut kabar kesukaan itu dengan respon yang tanggap. Para Majus, orang-orang yang diberkahi kemampuan membaca tanda bintang & mendapat tuntunan ajaib sampai menemukan Mesias, jelas teruji keyakinan (iman) mereka pada pertanda yang TUHAN berikan itu dalam langkah demi langkah perjalanan yang jauh yang harus mereka tempuh.

Ketiadaan tempat bagi Mesias jelas terjadi pada hati dari orang-orang yang egois, yang menutup mata pada kebenaran & keadilan sosial. Juga terjadi pada kaum religius yang bangga dengan keimanan mereka, sementara ketaatan sejati pada keimanan itu nyaris hanya topeng yang menutupi kemunafikan hati mereka.

Natal sepatutnya menjadi sebuah momen refleksi: bagiku, adakah tempat bagi Kristus, atau tidak? Adakah iman yang taat itu, ataukah aku telah terjebak dalam keegoisan, ketidak pekaan nurani serta belenggu kemunafikan?

Labels: