20 May 2008

“MEMANCING DI AIR KERUH” DI BALIK KENAIKAN BBM

Pemilu 2009 adalah momen yang mendayu-dayu bagi para politisi negeri ini untuk bersaing ketat. Dibalik berbagai propaganda politik yang meluncur dari mulut-mulut manis para juru kampanye, kita dapat yakini ada “menghalalkan segala cara yang mungkin atau dipandang halal” dalam memenangkan hati rakyat.

Sementara waktu bergulir semakin mendekat ke momen akbar negeri ini: pemilu 2009, pemerintah saat ini meluncurkan “roket sosial” yang berjudul: kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Tentu saja, bagi sebagian kalangan politisi, isu semacam ini adalah “air keruh” yang potensi untuk “dipancing.”

Saya percaya bahwa sebagian demonstrasi-demonstrasi yang menentang kenaikan BBM adalah murni menyuarakan hati nurani rakyat. Tetapi, saya meragukan provokasi dan pihak-pihak yang mendorong demonstrasi-demonstrasi tersebut. Rasanya mungkin sekali ada “oknum-oknum” tertentu yang memanfaatkan kesempatan emas ini untuk menaikkan suhu politik dan menggoncangkan ketenangan nasional.

Para politisi oportunis berlomba-lomba tampil memikat, ikut-ikutan berteriak anti kenaikan BBM, tanpa peduli dan paham mengapa BBM tidak perlu naik. Yang penting, citra mereka sekarang bisa ditingkatkan. Tebar pesona pun terjadi. Para politisi yang hidup mewah, sekarang sudah piawai bermain sinetron sebagai tokoh rakyat jelata, seolah-olah bagian dari kaum proletar—kaum yang memang bakal lebih susah secara ekonomi bila BBM naik (lagi).

Saya tidak dalam posisi mendukung penuh kenaikan BBM.
Saya hanya ingin sejenak mengantisipasi pejabat pemerintahan dan wakil rakyat episode berikutnya (yakni episode pasca pemilu 2009) agar tidak terpilih orang-orang yang memancing di air keruh pada peluang isu kenaikan BBM, tapi yang ketika “berkuasa” malah punya program yang lebih menyusahkan rakyat. Yah, yang rada mendingan paling-paling mereka tertawa puas menikmati berbagai tunjangan, selain gaji yang membengkak, sebagai hasil tangkapan saat memancing di air keruh pada momen pra kenaikan BBM Mei 2008 ini.

Meski pun saya kurang respek terhadap Wapres JK, namun saya paham dan setuju apa yang beliau kemukakan berkaitan dengan perlunya BBM dinaikkan (tentunya dalam batas wajar, yah tidak lebih dari 35%lah), “Bila BBM tidak naik, maka yang menikmatinya kebanyakan adalah orang-orang kaya …”
Sewaktu mendengar pernyataan itu, saya bertanya-tanya sambil memandang wajah pengusaha-politikus yang handal (sebab bisa mendaki sampai ke puncak Golkar) itu. Apa motif beliau? Benarkah memang ada kepedulian terhadap rakyat, yang dalam hal ini tidak membiarkan BBM hanya dinikmati lebih banyak oleh kalangan mampu? Atau itu hanya pas saja untuk dijadikan wacana argumentatif untuk mendukung rencana pemerintah menaikkan BBM?

Kembali pada seruan mendayu-dayu para politisi yang (seolah) menolak kenaikan BBM, apakah benar ketidak setujuan mereka itu murni karena keberpihakan pada rakyat? Atau gerakan mulus dari jurus “memancing di air keruh”?

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home