22 November 2007

NEGARA AGRARIS? DUH, CAPEK DEH!

Ibarat ayam mati kelaparan di lumbung padi, begitulah realitas hidup bangsa ini. Kita tinggal di atas tanah yang diberkahi kesuburan. Hal itu sampai membuat kita mengenal pada zaman bung Karno ada statement muncul, kalo tidak salah sebagai lirik lagu: "(bahkan) kayu jadi tanaman ..." Istilah yang menggambarkan kesuburan tanah pertiwi Indonesia ini sebenarnya tidak berlebihan, sebagaimana gambaran syair pada umumnya. Tanah Indonesia di banyak tempat benar-benar mampu menumbuhkan kayu (batang pohon) menjadi tanaman yang subur!

Tapi tunggu dulu! Itu realitas fisikal tanah air kita. Realitas praktikalnya adalah fenomena yang memalukan: bangsa yang diberkahi tanah subur oleh Sang Khalik ini merupakan negara pengimpor beras yang besar, salah satu terbesar di dunia barangkali. Setiap tahunnya kita mengimpor tidak seribu-dua ribu ton, tapi jutaan ton! Angka impor Indonesia 3,7 ton beras sampai beberapa waktu lalu membuat saya nyaris menangis (belum lagi mendengar nilai impor gula dsb, wah, bisa meraung-raung saya ...). Sementara masih terngiang di telinga saya berita mengenai nasib para petani di negeri ini. Waktu menanam, harga beras naik. Waktu menuai, harga beras turun drastis; malah sempat terjadi fenomena musiman bahwa harga gabah padi lebih mahal dari beras (yang notabene adalah gabah yang sudah dikupas; yang untuk mengupasnya saja perlu biaya!).

Kita bangsa pelaut, yang jelas-jelas memang memiliki wilayah lautan yang luas.
Kita negara agraris, yang terang-terangan punya lahan subur di sebagian besar wilayah darat dari nusantara ini.

Tapi kita bukan apa-apa dibanding jepang, yang wilayah lautnya tidak sampai setengah kita, tapi produksi kelautannya mengagumkan.
Tapi kita bukan apa-apa kalau melihat betapa mengerikan nilai impor pangan, yang sebenarnya bisa kita produksi dengan limpah (dengan catatan: asal ditangani oleh pemerintah yang bersih, bertanggung jawab dan punya kesadaran tinggi akan potensi negeri ini tanpa korupsi, manipulasi atau prioritas pendapatan negara/daerah yang ngawur).

Kalau bangsa ini tidak lagi menghargai dan mengelola sumber daya alamnya yang luar biasa kaya ini dengan mentalitas yang jujur dan kinerja yang tekun, percayalah bahwa Indonesia hanya akan hancur lebur macam Sodom dan Gomora.
Hanya bedanya, kalo kedua kota yang bejat moralnya itu dihancurkan dengan hujan belerang dan api, maka Indonesia dihancurkan oleh sekelompok warganya sendiri yang rakus dan egois.

Rasanya sudah waktunya kita pilih pemimpin dan anggota MPR/DPR yang nggak gila program dan doyan kejar tunjangan, tapi yang punya kesadaran akan potensi alam negeri ini dan punya program yang jelas dan capable untuk mengelola sektor agraris yang berpotensi besar di negeri ini.
Lupakan aja partai yang main "agama" untuk maju, hindari partai yang sudah terbukti colaps oleh KKN, sebab mereka sudah buta dengan diri mereka dan "idealisme" (yang dibaliknya sarat ambisi dan kepentingan sekelompok orang saja) penuh omong kosong.

Kalau sebagai rakyat kita gagal mengambil kesempatan untuk memilih yang benar-benar pro rakyat, maka kita juga sudah ikut menghancurkan negeri ini.
Para petani Indonesia tercinta, pilih benar-benar pemimpin yang sadar bahwa Anda-Anda ini adalah juga tulang punggung bangsa. Jangan sampai kita membuat generasi yang melek fakta akan kondisi alam Indonesia mengaduh, "Ini negara agraris? Duh, capek deh!"

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home