14 November 2007

Meniru Pala...

Kompas.com baru-baru ini melaporkan sebuah berita yang notabene menarik sekaligus menantang bagi saya. Menarik, karena sekali lagi dikaitkan dengan lukisan "last supper"nya Leonardo DaVinci. Menantang, karena pengin tahu "overlapping" apa lagi yang dikerjakan orang bule sono dengan kembali mengaduk-aduk lukisan Da Vinci tsb.

Dalam berita yang bertitel "Lukisan Leonardo mengandung 'soundtrack'" itu Giovanni M. Pala, seorang musikus, menduga ada catatan musik, terutama dalam guratan pada tangan Yesus dan para murid. Ih, ada-ada aja deh.
Tapi, di balik upaya yang bagi saya agak mengada-ada itu,
ada sebuah pesan yang cukup soundable, cukup terdengar jelas, berkaitan dengan betapa kita punya "koleksi kuno keramat" yang nilainya jauh lebih luhur dan agung dibanding lukisan Da Vinci tersebut. Celakanya, sementara orang bule dengan segala kegilaan kreativitas mereka mencoba "membalik semua batu dan tanah" untuk menggali ide-ide, penemuan-penemuan baru; kita sebagai kaum yang diwarisi pusaka teragung berupa sekumpulan literatur ilahi (The divine literature)malah males menggali kekayaan yang tak terbatas dari pusaka tersebut.
Hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, orang bersedia jungkir balik mengorek-orek dan menggali-gali di tempat yang tidak masuk akal sekalipun.
Padahal kita punya sumber inspirasi dan pedoman hidup yang agung, yang tragisnya jarang atau malah hampir tidak pernah kita gali sendiri. Kita sebagai kaum pewaris literatur ilahi itu, lebih suka menikmati ke-awam-an kita dan melemparkan usaha penggalian isi literatur agung yang memang sedikit repot namun sebenarnya asyik itu kepada sekelompok biblical scholar. Masih mendingan begitu, lha lebih celaka kalo mengandalkan Tukang Kecap No. 1 yang baca dengan bener aja masih gak gitu becus, tapi sudah sesumbar menafsir, sampai ngawur nggak keruan.

Tapi terkadang yang agak "kurang ajar" yah satu-dua biblical scholar--khususnya di Indonesia--yang fresh graduate sampe yang senior graduate dari STT-STT. Orang-orang kayak gini suka pamer istilah Ibrani en Yunani, sampe2 bukannya supaya menafsir dengan tepat, tapi malah buat jemaat tambah alergi dan mengira bahwa kalo gak ngerti yang "begituan" itu gak bakal bisa mengerti isi literatur agung kita.
Kalo sudah begini, kita kembali ke zaman kegelapan pra Reformasi Luther!
Tuhan sudah berkarya melalui para reformator supaya semua orang percaya bisa menikmati kekayaan dan berkat Kitab Suci, literatur agung yang saya maksud tsb. Tapi justru kita sendiri yang malas atau menghalangi orang untuk menikmatinya.

ah, Pala, kami semestinya meniru antusiasme dan kegigihanmu menggali, meski di tempat dan pada sarana yang jauh lebih tepat: Alkitab kami sendiri!

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home