14 November 2007

MASIH PUNYA SEMACAM GADIS JUJUR?

Didi Petet yang belakangan saya kenal melalui iklan produk sepeda motor itu ternyata bukan sekedar memiliki tampang serius. Dia ternyata bisa serius beneran!
Mantan pemeran Emon, seorang banci, dalam serial Catatan si Boy ini melontarkan semacam komitmen menjelang dipilihnya ia sebagai salah satu Juri FFI 2007, "Saya ingin jadi gadis jujur aja."

Jujur sih saya ngerti. Tapi apa itu "gadis"?
Dari sekian banyak pertimbangan penafsiran, saya lebih cenderung mengartikan gadis itu sebagai: menjaGa Diri Supaya (Jujur).
Di balik komentar bernada komitmen diri itu, saya menangkap bukan makna kecurigaan beliau pada keadilan penilaian dewan juri lainnya. Tapi, bila kita membaca lebih lanjut berita yang disodorkan kompas.com berkaitan dengan komentar beliau itu, saya pribadi melihat sebuah keprihatinan seorang profesional terhadap begitu "murahan"nya kualitas artis-artis muda sekarang.
Didi Petet menyatakan bahwa untuk menjadi aktor atau artis memerlukan pelatihan dan proses penempaan dalam waktu yang tidak singkat. Itu bertentangan sekali dengan aktor/artis yang bermunculan sekarang; yang rata-rata adalah "instant stars."
Itu pun dipopulerkan melalui rangkaian episode sinetron kacangan, yang banyak menjual "lagu lama"--kalo bukan ide jiplakan dari luar negeri--dalam kemasan yang sama sekali nggak kreatif, kecuali kecerdikan memasang tampang keren dan cantik.

Didi Petet dengan "gadis jujur"nya sepatutnya menggugah insan perfilman nasional, khususnya para penulis skrip atau naskah sinetron; supaya mau lebih kreatif dan berani menjual nilai luhur moral, ketimbang cerita yang gak keruan dan bergaya complicated tapi bukannya menantang, malah bikin pusing.
Itu juga telah menggugah saya untuk memaksa diri, untuk ber-gadis jujur terhadap proses pembentukan dan pembelajaran yang harus saya jalani dalam kapasitas atau profesi apa pun yang saya punya. Itu berarti kalo mo jadi rohaniwan, yah rohaniwan yang tahan banting, yang profesional (dalam artian karya, bukan amplop), yang tahu di ajar, punya jiwa yang teachable ...
Susahnya, kalo sudah dalam status nyaman, yang namanya "panggilan" itu sudah begitu tersamar. Padahal, sejujurnya ngerti benar juga nggak sama apa itu panggilan buat diri sendiri.
Untung, dulu waktu Bos Besar tarik saya untuk menjalani "profesi" yang sekarang ini sedang dalam proses, Dia udah taruh planning for my own calling of ministry, jadi saya gak bisa nyimpang; misalnya, jadi Penjual Kecap Keliling (maksudnya: pengkotbah keliling yang gak mo pegang jemaat, cuma tahunya mengumpulkan amplop demi amplop).
Coba kalo waktu saya masuk Seminari masih gak tahu pelayanan ke depan mo ngapain, khan pasti melegitimasi posisi pelayanan "basah," dengan prinsip (yang jelas keliru): yang penting khan pelayanan ...
(padahal yang dilayani ya kehendak diri, kantong pribadi, keinginan sendiri ....).

Semoga saya masih punya semacam "gadis jujur" dalam hidup saya. amen.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home