15 May 2008

AKIBAT TIDAK TAAT: AWAL GEMILANG, AKHIR TRAGIS

“Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setiap terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk dari TUHAN.”
(1 Tawarikh 10:13, 14)


Hal yang bisa membuat kita terlena, lalu merosot jatuh, adalah mengira bahwa ketika kita memperoleh atau mencapai sesuatu, lalu sudah tamat alias selesai. Misalnya, ada orang yang mengira bahwa kalau ia sudah bisa meraih jabatan direktur, maka ia sudah berhasil, dan bisa hidup enak dengan gaji yang tinggi. Padahal, kenyataannya adalah jabatan direktur yang kalau bisa ia raih itu, merupakan awal sebuah perjalanan lagi: mempertahankan dengan baik jabatan tersebut.

Kehidupan ini adalah hal yang dinamis. Artinya, tidak ada hal yang stagnan alias mentok. Dalam hidup selalu ada proses. Setiap hal baru merupakan awal dari sebuah perjalanan lagi, sebuah proses baru lagi. Begitu terus-menerus. Kapan semua hal dalam kehidupan ini berhenti? Jawabnya: kalau ia habis/hancur atau mati.

Raja pertama Israel, Saul, adalah pribadi yang memulai karir rajanya dengan gemilang. Alkitab mencatatnya sebagai seorang yang masih muda, ganteng, tinggi dan tegap (1 Samuel 9:2), rendah hati (1 Samueal 9:20-21), menikmati urapan yang biasanya hanya dimiliki nabi (1 Samuel 10:10-12), dan pahlawan yang menghargai TUHAN (1 Samuel 11:11-13).

Awal yang gemilang itu mulai digerogoti dengan mental tidak sabar dan hati yang mulai tidak taat kepada TUHAN. 1 Samuel 13 mencatat awal kemerosotan raja muda yang gemilang itu.
Kecaman nabi Samuel kepada lelaki muda yang menduduki posisi tertinggi di Israel itu menegaskan keputusan TUHAN: “Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu!” (1 Samuel 13:13-14).

Tidak mengikuti perintah TUHAN alias ketidak taatan, telah membuat karir gemilang Saul mulai runtuh. Seorang yang tadinya menghargai TUHAN, mulai menghancurkan diri karena hatinya mulai digentarkan oleh kedatangan musuh dan ketakutan tidak mendapat dukungan rakyat (1 Samuel 13:11-12).

Menjadi Kristen—dalam arti: percaya dan mengenal Tuhan Yesus secara pribadi (bukan ikut-ikutan atau karena keturunan sudah Kristen dari sononya)—adalah sebuah awal kehidupan yang gemilang. Ada jaminan pemeliharaan dan keselamatan. Ada pemandu hidup yang sejati, yakni Sang Pencipta kita sendiri—yang paling tahu hal terbaik bagi kita, ciptaannya (lha, yang paling tahu kegunaan maksimal sesuatu khan orang yang menciptanya, bukan?).
Namun bila sebagai ciptaan kita menuruti sifat keberdosaan kita dan mulai tidak taat kepada Pencipta kita, maka otomatis yang terjadi adalah kemerosotan hidup.

Apakah TUHAN tidak sanggup memelihara dan menjaga kita? Sebagai TUHAN, sudah tidak perlu diragukan lagi: DIA sanggup. Tapi, kita kan bukan robot. Kita diberkahi akal budi, punya perasaan. Kita dicipta dengan berkat kehendak bebas—artinya: kita membuat pilihan/keputusan dalam hidup ini. Pilihan atau keputusan yang pada dasarnya hanya berakar pada dua prinsip ini: sesuai dengan kehendak TUHAN (dengan kata lain: t a a t), atau yang sesuai dengan maunya kita sendiri (ego, pengaruh dunia yang sudah rusak oleh dosa, plus bujukan si Jahat).

Itu sama bila kita gambarkan sebuah handphone yang kita buat, kita beri kebebasan untuk memilih apa yang ia mau lakukan. Ketika kita membuatnya, kita membuatnya dengan tujuan untuk menjadi sarana komunikasi yang baik. Tapi, bila si handphone itu tidak sudi dipakai untuk nelpon atau sms, melainkan lebih suka menjadi sekedar pemutar musik ala mp3, maka ia sudah melenceng dari fungsi utamanya. Meski memang dalam dirinya kita memasukkan fungsi pemutar musik—sebagai fitur tambahan supaya ia lebih punya banyak manfaat. Tapi itu tidak dimaksudkan sebagai fitur utamanya sebagai sebuah handphone. Kalo cuma sebagai pemutar musik, mendingan kita buat mp3 player atau cd player aja. Gak usah repot2 membuat handphone yang fiturnya jauh lebih hebat dari sekedar untuk memutar musik saja. Handphone yang cuma mau (baca: cuma bisa) memutar musik saja, adalah perangkat komunikasi yang tidak berguna. Mendingan kita ganti pemutar musik yang memang dibuat untuk kegunaan itu aja. Buat apa pake handphone.

Ketidak taatan, itu kunci masalah Saul. Itu juga kunci masalah kita, bila kehidupan kita—khususnya secara mental dan rohani—terasa mulai merosot. Terasa kok mulai jauh dari TUHAN. Sebab seorang yang hidup taat dengan TUHAN, meski dari luar tampaknya mengalami hidup yang sulit (atas seijin TUHAN dan dengan maksud indah pada akhirnya), akhirnya akan indah. Bukankah Daud, pengganti Saul, terpaksa menempuh awal karir rajanya dengan dikejar2 dan terancam dibunuh? Namun ketaatan Daud kepada TUHAN, yang ia pegang teguh meski di tengah kondisi hidup yang tidak menentu dan penuh bahaya, membuatnya menikmati janji-berkat TUHAN: “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.” (2 Samuel 7:16).

Sehingga, inilah yang harus selalu kita tanyakan pada diri kita dan kita putuskan: taat kepada TUHAN atau berpegang pada hal-hal lain di luar TUHAN?
Apa pun pilihan atau keputusan kita, kita sudah diberitahu akibatnya.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home