03 July 2007

Zakheus: ketika Dia menjumpaiku

'Dia datang, Dia bakal lewat sini!'
dan jantungku pun berdegup,
dalam detakan keras yang tak pernah terjadi;
Dia? biarpun ini sekedar mimpi, halusinasi, fatamorgana,
sebut apa saja, aku bertekad untuk melihatNya.

ya, gemuruh pembicaraan menggodaku lebih dari rayuan manis pelacur istana;
ini gosip yang paling mengundang hasrat, menantang keinginan
sampai aku berlari seperti orang gila menerobos istana kecilku
meninggalkan istri yang terperangah ditengah kesibukan dandannya,
meninggalkan anak-anakku yang melongo takjub menyaksikan sang papa,
meninggalkan para pelayan yang mestinya biasa melihat aku gila,
meninggalkan meja kerjaku yang penuh kemilau dari keping-keping dinar
(bahkan setumpuk kecil talenta perak di ujung meja!);
bahkan meninggalkan centeng penjaga yang dengan kalang kabut mengejarku, sampai terpaksa kuusir agar tidak ikut campur urusanku ...

'hei, pendek bangsat, minggir kau!'
'jangan beri dia jalan!'
'halangi dia!'
antusias sekali orang-orang sekampungku itu ...
dan barisan semakin merapat di setiap celah yang coba aku terobos

tak ada pilihan lain,
selain sebatang pohon yang berdiri memberi tempat bagiku;
setiap hari ia berdiri tegak di pinggir jalan itu,
tapi baru hari ini ia terlihat sangat ramah padaku--yang biasa cuek padanya
aku menyambut keramahan pohon tua itu
tanpa ragu semakin tinggi ku angkat jubah luarku,
memberi sedikit ruang gerak untuk menjejakkan kaki di batangnya yang kokoh,
sambil dengan gemetar tangan-tanganku mencengkeram juluran dahan yang dapat digapai

Itu Dia!
kepulan debu semakin mendekat,
mengikuti langkah-langkah rombongan yang bagai karnaval tahun baru
dengan seorang superstar yang berjalan di depan,
bayangkan: Rabi yang terkenal itu!
dan segala lecet dan goresan luka dari tubuh yang tak pernah memanjat apapun
selain kesenangan duniawi ini tak terasakan lagi,
sebab Orang itu bisa kulihat!

cukup, cukuplah!
tenggorokanku kering,
sementara benakku berdebat keras, jauh lebih hebat dari senat Roma yang keras kepala itu
aku terus menahan diri untuk tidak berteriak memanggilNya,
karena cukuplah bisa melihat seperti apa Dia

aku, orang tersisih yang paling dibenci orang sebangsaku
tidak pernah berani, bahkan dalam mimpi sekali pun,
mendengar orang sesuci Dia menyapaku;
tapi, ini jelas bukan mimpi
(sebab aku nyaris terjungkal dari dahan tempat aku dengan susah payah bertahan)
Dia, Dia yang berhenti di dekatku,
maksudku, di dekat pohon ramah yang aku tumpangi ini;
Dia berhenti,
Dia mengangkat kepalanya, dan ... oooh! Dia menengadah kepadaku!
Dia melihat kepadaku!
aku nyaris menangis ketika suaraNya yang lembut berkata kepadaku
(ya, jelas kepadaku! bukan kepada kumbang yang dengan sibuk hilir mudik di sekitarku,
atau pada burung-burung kecil yang lalu lalang di sekitarku):
"Zakheus, turunlah. Hari ini Aku mau mampir ke rumahmu"

aku biarkan diriku merosot turun,
dan setengah berlari mendapatkanNya, meski itu tidak perlu kulakukan
karena jarak yang Dia buat antara kami hampir tidak ada lagi;
aku ingin memeluk kakiNya, menciumnya--tak peduli debu tanah yang melapisinya bak pupur para perempuan

hari itu, ya hari itu
aku sudah bukan Zakheus yang dulu lagi!
istri, para anak dan pelayan,
bahkan gubernur wilayah pun tidak akan mendapati Zakheus yang sama lagi!
sebab Dia telah sudi menyentuh orang malang yang haus cinta dan penerimaan ini,
yang telah mengisi sampai meluap rasa kehausan ini
aku, Zakheus, telah menjadi orang yang paling bahagia,
sebahagia yang tak pernah bisa kuimpikan sekali pun!

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home