02 July 2007

Ketika Sandal Jepit Lebih Berharga Dari Sepatu Kulit

Saya punya kesan tersendiri dengan sandal jepit saya.
Sandal itu adalah benda yang menempati urutan nomor dua, dengan kamar mandi di urutan pertama, tatkala timbul emergensi akibat tuntutan isi perut yang sudah mendesak minta dikeluarkan dengan cara yang alami.
Seingat saya, tidak pernah deh kalo pas lagi sakit perut, trus saya meraih sepatu saya, memakainya, lalu berlari dengan penuh gairah ke kamar mandi.
Bahkan, seandainya pun saya mengalami stres berat, rasanya hal itu juga masih gak mungkin saya lakukan. Entah kalo ada pasien RSJ yang lebih memilih pake sepatu ketimbang sandal jepit kalo ingin ke 'belakang'.
Sandal jepit seringkali menjadi benda yang dipandang sebelah mata. Baru dirindukan dan dicari-cari kalo sudah kepepet. Kalo pas lagi butuh. Nasibnya tidak kalah tragis dengan pria kaya yang digaet cewek matre; bedanya, sandal adalah benda mati, kalo pria (yang berkelas homo sapiens ya, alias manusia!) adalah makhluk hidup berakal budi.
Kembali ke laptop, eh, ke sandal jepit, dalam situasi tertentu valuenya bisa melebihi sepatu kulit yang paling mahal sekalipun.
Itu mirip sekali dengan cara kita memperlakukan kesehatan kita. Ketika sehat, memelihara tubuh agar terjaga dengan baik adalah hal yang sepele, kurang diperhatikan, nyaris terabaikan. Tetapi begitu terserang penyakit, apalagi yang parah, baru kita bisa melihat betapa kesehatan adalah hal yang amat sangat paling berharga.
Kesehatan, selain sandal jepit, adalah satu dari sekian banyak hal yang kita miliki, yang seringkali kita sepelekan keberadaannya. Dan baru dirasakan keberhargaannya ketika kita sedang membutuhkannya.
Alangkah baiknya kalo kita bisa belajar menghargai apa yang mungkin selama ini kita anggap sepele, padahal kita membutuhkannya--meski tidak setiap saat.
Karena ada saatnya sandal jepit jauh lebih berharga dari sepatu kulit!

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home