20 May 2007

ARTI MEMBERI YANG KELUAR DARI HATI

Melihat orang memberi sedekah kepada pengemis mungkin pemandangan yang biasa bagi kita.
Tapi suatu ketika, ketika saya sedang berjalan menuju apotik Anggrek di Malang, saya melihat pemandangan yang tidak biasa dari orang yang memberi sedekah.
Sore itu saya melihat dua orang anak kecil baru keluar dari sebuah mini market. Sambil melangkah keluar, kedua anak itu sibuk menghitung beberapa keping uang receh, yang rupanya uang kembalian belanjaan mereka. Ketika mereka melihat seorang ibu tua, dengan pakaian kumal dan wajah sendu yang menatap kosong ke tanah, duduk bersandar di pinggir trotoar, mereka langsung menghentikan langkah mereka. Keduanya langsung sibuk mengumpulkan kepingan receh yang ada ditangan mereka masing-masing itu, lantas anak yang lebih besar menggenggam uang yang telah dikumpulkan itu dan mendekati ibu tua, yang jelas sekali adalah peminta-minta itu.
Menariknya adalah, ibu tua itu ternyata tidak menyediakan wadah untuk menampung sedekah sebagaimana biasanya dibawa para pengemis. Ia juga tidak mengangkat kepala dan tidak mengulurkan tangan dengan nada memelas yang mencoba menarik belas kasihan orang untuk memberi sedekah kepadanya.
Untuk sesaat, anak yang lebih besar itu bingung, mau ditaruh di mana uang yang sekarang ada di genggamannya, yang sudah diniatkan untuk diberikan kepada ibu tua itu. Anak itu mundur mendekati anak yang satu lagi. Mereka berdiskusi sambil berbisik-bisik. Dan tak lama kemudian, bersama-sama mereka mendekati sang ibu tua, mengucapkan sesuatu sampai ibu itu mengangkat kepalanya karena sedang diajak bicara. Lantas anak yang lebih besar itu menaruh dengan hati-hati kepingan uang receh itu di dekat tangan kanan sang ibu tua yang terjuntai lemas di dekat kakinya yang terlipat itu. Setelah menyempatkan diri mengucapkan pamit, mereka berdua beranjak melanjutkan langkah mereka, berpapasan dengan saya dan dengan tenang melewati saya, yang waktu itu berjalan berlawanan arah dengan mereka.
Dari awal saya melihat mereka berhenti dan berbisik-bisik ketika melihat ibu tua itu, saya sudah melambatkan langkah saya--yang biasanya berkecepatan tinggi. Rasa penasaran saya akan apa yang akan kedua anak itu lakukan tidak sia-sia. Saya boleh menyaksikan pemberian sedekah yang tidak biasa itu. Pengalaman ini berkesan cukup mendalam bagi saya.
Ibu tua itu, meski jelas seorang pengemis, tapi tidak sedang dalam 'tugas' meminta-minta. Namun kedua anak itu merasa ingin memberi; sehingga meskipun tidak ada uluran tangan yang memohon sedekah, bahkan harus menyapa dan menaruh uang sedekah mereka di dekat kaki ibu tua itu (yang 'bau'nya lumayan menyengat hidung; tercium kuat sekali ketika saya melintas di depannya).
Kedua anak itu punya hati yang memberi.
Hati yang jauh lebih ikhlas dari orang-orang yang sekedar melemparkan receh (yang mungkin bagi mereka tidak terlalu berharga, dan tidak merasa terlalu dirugikan bila itu 'dibuang' kepada para pengemis).
Saya malu sekali bila mengingat betapa jauhnya saya dari memiliki hati memberi seperti kedua anak itu. Okelah satu-dua kali saya bersedia merogoh saku, mencari-cari sekeping-dua keping uang receh, dan memberikannya kepada pengemis yang saya lewati. Tapi apakah itu berarti saya punya hati memberi? Jelas tidak. Jelas bukan motif yang seluhur kedua anak itu.
Sore itu, saya belajar arti memberi yang keluar dari hati.

Labels:

1 Comments:

Blogger Agus Ramada said...

Dengan memberi maka dunia dapat terbeli.

November 30, 2008 at 10:19 AM  

Post a Comment

<< Home